Bani Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.
TUGAS
MATA KULIAH SEJARAH SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG
PENDIDIKAN PADA MASA
BANI UMAYYAH
Disusun Oleh
R
U S D I N
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib,
maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih
melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah khulafaur
rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai
pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk
kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah,
atau turun memurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap
otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya,
serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Bani Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi
cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan
Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga
dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul
dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat
di masjid.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang pendidikan Islam pada masa Bani
Umayyah, kita harus mengetahui beberapa masalah berikut, diantaranya adalah:
1. Bagaimana latar belakang
sosial politik pada masa bani Umayyah?
2. Seperti apa perkembangan lembaga
pendidikan islam pada masa bani umayyah?
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH
A.
SITUASI POLITIK, SOSIAL, DAN KEAGAMAAN
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 Hijriah dan berakhir pada tahun 132
H. Dengan demikian, Bani Umayyah berkuasa lebih kurang 91 tahun. Para ahli
sejarah umumnya mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui pemilihan
secara demokrasi berdasarkan suara terbanyak. Nama-nama khalifah Bani Umayyah
yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680), Abd al-Malik
ibn Marwan(685-705 M), al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M), Umar ibn Abd
al-Aziz(717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Maalik (724-743 M).
Masa kekhalifahan Bani Umayyah selain
banyak diisi dengan program-program besar, mendasar, dan strategis, juga banyak
melahirkan golongan dan aliran dalam islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu
umum, kebudayaan, dan peradaban.
Diantara program besar, mendasar dan
strategis di zaman Bani Umyyah adalah perluasan wilayah Islam. Di zaman
Muawiyah Tunisa dapat ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul. Angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel.
Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd
al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punyab sampai ke
Maltan.
Selanjutnya ekspensi secara
besar-besaran dilanjutkan pada zaman al-Walid bin Abdul Malik. Sejarah mencatat
bahwa masa pemerintahan al-Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran, kertiban,
dan kebahagiaan. Pada masa
pemerintahan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun itu tercatat suatu ekpedisi
militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, Benua Eropa yaitu pada
tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko dapat ditundukan Tariq bin Ziyad
pemimpin pasukan islam menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan
benua Erofa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan
Gibraltal. Tentara Spanyol dapat dikalahkan dan dengan demikian ibu kota
Spanyol Kordofa dengan cepat dapat dikuasai begitu juga dengan kota-kota lain
seperti Seville, Elvira dan Toledo. Di zaman Umar bin Abd Al-Aziz, perluasan
wilayah dilanjutkan ke Perancis melalui pegunungan Piranee, dibawah Komandan
Abd al-Rahman Ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Boredeau,
Politiers, dan terus ke Tours. Naamun dalam peperangan yang terjadi dikota
Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Melalui berbagai keberhasilan ekspansi
tersebut, maka wilayah kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah, di samping
Jazirah Arabia dan sekitarnya, juga telah menjangkau Spanyol, Afganistan,
Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Dibidang sosial dan pembangunan, Bani
Umayyah berhasil mendirikan berbagai banguanan di berbagai bidang. Muawiyah
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang qadli adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd.
al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah–daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun
659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Administrasi pemerintahan Islam.
Selanjutnya dizaman al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715) seorang yang berkemauan
keras dan berkemampaun melaksanakan pembangunan panti-panti untuk orang cacat
yang para petugasnya digaji oleh negara. Selain itu, al-Walid juga membangun
jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik,
gedung pemerintahan, dan masjid yang megah.
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani
Umayyah ditandai dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak
politik ideologis. Mereka itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan
berbagai sektenya: Azariqah, Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan
Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah.
Berbagai aliran dan golongan keagamaan ini terkadang melakukan gerakan dan
pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dengan terbunuhnya Husein di
Karbela, perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam. Banyak pemberontakan
yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal diantaranya pemberontakan Mukhtar di
Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu, terdapat pula gerakan Abdullah bin
Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah
setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka
sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.
Selain
gerakan diatas, gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan
Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan itulah yang
membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan
daerah kekuasaan diwilayah timur yang meliputi kota disekitar Asia Tengah dan
wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.
Situasi politik, sosial, dan keagamaan
mulai membaik terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar ibn Abd. Al-Aziz (
717-720). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki
dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada
menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan
dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannyas sangat singkat, Umar ibn Abd.
Al-Aziz dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah.
Dia juga memberikan kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan dan kedudukan Mawali
(umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan Armenia),
disejajarkan dengan Muslim Arab
B.
KEADAAN PENDIDIKAN
Pada uraian tentang situasi politik, sosial, dan
keagamaan dizaman bani Umayyah sebagaimana disebut di atas belum menyinggung
secara langsung maupun tidak langsung masalah pendidikan. Namun dari kajian
terhadap berbagai literatur lainnya dapat diketahui bahwa situasi politik,
sosial, dan keagamaan memiliki kaitan yang erat dengan masalah pendidikan.
Adanya wilayah yang luas dan penduduk yang makin besar selain membutuhkan
sandang, pangan, dan papan, juga membutuhkan keamanan, kesehatan, dan
pendidikan. berbagai sumber menyebutkan keadaan pendidikan di zaman bani Umayah
sebagai berikut
:
1.
Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran
Visi pendidikan di zaman bani Umayyah secara eksplisit
tidak dijumpai. Namun dari berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya
adalah unggul dalam ilmu agama dan umum sejalan dengan kebutuhan zaman dan
masing-masing wilayah Islam
Adapun misinya
antara lain :
a.
Menyelenggarakan pendidikan agama dan
umum secara seimbang,
b.
Melakukan penataan kelembagaan dan
aspek-aspek pendidikan Islam,
c.
Memberikan pelayanan pendidikan pada
seluruhg wilayah Islam secara adil dan merata,
d.
Menjadikan pendidikan sebagai penopang
utama kemjuan wilayah Islam,
e.
Memberdayakan masyarakat agar dapat
memecahkanb masalahnya sesuai dengan
kemampuanya sendiri.
Adapun tujuannya ialah menghasilkan sumber daya manusia
yang unggul secara seimbang dalam ilmu agama dan umum serta mampu menerapkannya
bagi kemajuan wilayah Islam
Sedangkan yang menjadi sasarannya adalah seluruh umat
atau warga yang terdapat di seluruh wilayah kekuasaan Islam, sebagai dasar bagi
dirinya dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Visi, misi, tujuan, dan sasaran pendidikan tersebut di
atas, secara eksplisit atau tertulis tentu belum ada. Namun dari segi
kebijakannya secara umum serta hasil-hasil yang dicapai oleh dinasti ini
mengandung visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut di atas.
Sejarah mencatat, bahwa pada masa dinasti Umayyah telah
dilakukan hal-hal sebagai berikut
a.
Melakukan pemisahan antara kekuasaan
agama dan kekuasaan politik, sehingga terjadi semacam dikotomi, namun bukan
dalam hal ilmu agama dan ilmu umum.
b.
Melakukan pembagian kekuasaan kedalam
bentuk provinsi, yaitu Syiria dan Palestina, Kuffah, Irak, Basrah, Persia,
Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd, Yamah, Armenia, Hijaz, Karman dan
India, Mesir, Afrika, Yaman, Arab Selatan, serta Andalusia.
c.
Membentuk organisasi dan
lembaga-lembaga pemerintahan dalam bentuk departemen, seperti dewan al-Kahawarij
yang mengurusi pajak, dewan rasail yang mengani pos, dewan musghilat
yang menangani kepentingan umum, dan dewan al-hatim yang menangani
dokumen negara.
d.
Membentuk organisasi keuangan yang
terpusat pada Baitul Mal yang diproleh dari pajak tanah, perorangan, dan
nonmuslim, serta mencetak mata uang.
e.
Membentuk organisasi ketentaraan yang
umumnya terdiri dari orang-orang keturunan Arab.
f.
Membentuk organisasi kehakiman
g.
Membentuk lembaga sosial dan budaya
h.
Membentuk bidang seni rupa seperti seni
ukur, seni pahat, dan kaligrafi.
i.
Membentuk lembaga arsitektur,
sebagaimana terlihat pada arsitektur kubah al-Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu
kubah batu yang didirikan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun
691 M.
Terjadinya berbagai kemajuan tersebut dipastikan karena
didukung oleh tersedianya sumber daya manusia yang memiliki wawasan ilmu
pengetahuan, keterampilan, keahlian teknis, dan pengalaman yang dihasilkan
melalui proses pendidikan dalam arti luas. Sejarah mencatat, bahwa disamping
melakukan ekspansio teritorial, pemerintahan dinasti Umayyah jugamenaruh
perhatian dalam bidang pendidikan. memberikan dorongan yang kuat terhadap
kemajuan dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar para ilmuan, para seniman, para ulama dapat
mengembangkan bidang keahliannya masing-masing serta mampu melakukan kaderisasi
ilmu.
2.
Kurikulum
Pada masa bani Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang
berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum.
Pendidikan khusus adalah pendidikan yang dislenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak
khalifah dan anak-anak pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh
kecakapan memegang kendali pemerintahan, atau hal-hal yang ada sangkut pautnya
dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahan. Tempat pendidikannya di istana dan
guru-gurunya ditunjuk dan diangkat oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup
(gaji). Sedangkan pendidikan khusus adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi
rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah
dilaksakan sejak zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana yang amat penting
bagi kehidupan agama. Karena ia merupakan lanjutan dari pendidikan sebelumnya,
maka kurikulum yang digunakan pun sama dengan kurikulum sebelumnya. Yang
bertanggungjawab atas kelancaran pendidikan ini adalah para Ulama, merekalah
yang memikul tugas mengajar dan membimbing rakya. Mereka bekerja atas dasar
dorongan moral serta tanggung jawab agama, bukan atas dasar penunjukkan dan
pengangkatan oleh pemerintahan. Karena itu mereka tidak memperoleh jaminan
(gaji) dari pemerintah.
Kurikulum pendidikan pada dinasti Umayyah meliputi :
a.
Ilmu agama: al-Qur’an, Hadits, dan
Fiqih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah Umar ibn Abdul al-Aziz
(99-10H) dilakukan proses pembukuan hadits, sehingga studi hadits mengalami
perkembangan yang pesat.
b.
Ilmu sejarah dan Geografi, yaitu segala
ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
c.
Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu
segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sorof.
d.
Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada
umunya berasal dari baha asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronimi, ilmu
hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu kedokteran.
3.
Kelembagaan
Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman
bani Umayyah, selaibn masjid, kuttab, dan rumah sebagaiman yang telah ada
sebelumnya, juga ditambah dengan lembaga pendidikan seperti Istana, Badiah,
Perpustakaan, Al-Bimaristan, Kuttab, Masjid, dan Majelis Sastra.
a.
Istana
Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu
pengetahuan umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga
anak.
b.
Badiah
Lembaga pendidikan Badiah ini muncul seiring dengan
kebijakan pemerintah bani Umayyah untuk melakukan program arabisasi yang
digagas oleh khalifa Abdul Malik ibn Marwan. Secara harfiah Badiah artinya
dusun badui di Padang Sahara yang
didalamnya terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah
bahasa Arab.
c.
Perpustakaan
Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan
penu;isan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran yang berbasis
penelitian, perpustakaan memgang peranan yang sangat penting. Ia menjadi
jantung sebuah lembaga pendidikan.
d.
Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan
merawat orang serta sekaligus berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan
penelitian bagi calon dokter. Di masa sekarang Al-Baristan dikenal
dengan istilah Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan).
e.
Kuttab
Anak memerlukan pendidikan dan pelajaran yang lebih
intensif agar memperoleh hasil yang diharapkan, tertib dan teratur. Cara
demikian ini tidak mungkin dilakukan dirumah. Karena itu diperlukan tempat dan
ruang khusus di luar rumah.
Menempatkan anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan
kegaduhan orang lain yang sedang melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan
mesjid pun tidak terjamin. Sifat daripada anak-anak adalah aktif selalu
bergerak tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya.
Jalan keluar dari kesulitan ini adalah mendirikan ruangan
khusus di luar rumah dan di luar ruangan masjid. Tempat belajar anak-anakn ini
kemudian disebut kuttab.
Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab ini mengalami
perubahan-perubahan dan perkembangan bentuk serta sistem organisasinya. Akan
tetapi bentuk kuttab yang pertama masih tetap menjalankan fungsinya yang
semula, dengan guru-gurunya terdiri dari orang-orang dzimmi yang melulu
mengajar menulis dan membaca. Kuttab ini mulai muncul pada zaman al-Hajjaj ibn
Yusuf Ats-tsaqafi. Dalam kuttab ini anak-anak mulai menghafal al-Qur’an secara
teratur, karena ia merupakan sumber kehidupan keagaman dan dasar pembinaan yang
dibutuhkan oleh setiap muslim. Menurut Prof, Dr, A Salabi “Kuttab dari jenis
ini sebagai suatu rumah perguruan untuk umum, adalah hasil perkembangan dari
pendidikan putera raja-raja dan pembesarnya.
f.
Masjid
Mesjid sangat erat hubungannya dengan sejarah pendidikan
Islam, ia merupaka n suatu lembaga pendidikan Islam sejak awal dibangun oleh
Nabi Muhammad Saw. dari mesjid ini dikumandangkan seruan iman, taqwa, akhlaq
dan ajaran-ajaran kemasyarakatan; baik yang berhubungan dengan individu
kenegaraan maupun yang berhubungan dengan sosial ekonomi dan sosial budaya yang
adil dan beradab serta diridhai Allah Swt.
Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran
senantiasa terbuka lebar bagi setiap
orang yang merasa dirinya mampu dan cakap untuk memberikan atau mengajarkan
ilmunya kepada orang yang hasus akan ilmu pengetahuan. Setelah pelajaran
anak-anak di kuttab berakhir, mereka melanjutkan pendidikannya ke tingkat
menengah yang dilakukan di masjid.
Dalam mesjid terdapat dua tingkatan sekolah; tingkat
menengah dan tingkat perguruan tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat
menengah dilakukan secara perorangan. Sedang pada tingkat perguruan tinggi
dilakukan secara halaqah, murid duduk bersama mengelilingi gurunya yang
memberikan pelajaran kepada mereka. Ditingkat menengah diberikan mata pelajaran
al-Quran dan Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi
diberikan pelajaran Tafsir, Hadits, Fikih, dan Syari’at Islam.
g.
Majelis Sastra
Majelis sastra adalah perkembangan dari mesjid yang biasa
dilakukan oleh para khulafaur rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk
bermusyawarah dan diskusi tentang masalah-masalah yang memerlukan pemecahan
secara tuntas. Dalam majelis ini para sahabat mempunyai kebebasan yang penuh
dalam mengemukakan kritikan-kritikan dan pendapat mereka.
Musyawarah dan diskusi mengandung unsur pendidikan yang
meliputi pengunaan dan pengendalian akal pikiran serta perasaan dan tata tertib
berdasarkan ketentuan-ketentuan atau dalil-dalil yang berlaku. Selain itu dalam
majelis ini juga terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan, permasalahan
yang dikemukakan dan hasil pemecahannya kepada peserta.
4.
Pendidik
Pendidik adalah seorang yang tugasnya selain mentransfer
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik, juga menumbuhkan,
membina, dan mengembangkan bakat, minat, dan segenap potensi yang dimiliki
peserta didik, sehingga menjadi aktual dan terberdayakan secara optimal.
5.
Sarana dan Prasarana
Sarana dapat diartikan sebagai sesuatu yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat digunakan dalam mendukung terlaksananya
berbagai kegiatan. Dalam kegiatan pendidikan, sarana yang diperlukan antara
lain gedung sekolah, perpustakaan, tempat praktikum, sumber-sumber bacaan,
peralatan laboratorium, peralatan praktikum, peralatan belajar mengajar seperti
papan tulis, meja, dan kursi untuk guru dan murid, alat-alat tulis, gambar,
peta, LCD, dan operhead projektor (OHP). Adapun yang termasuk prasarana
antara lain halaman mssjid, lapangan olahraga, tempat parkir, tempat istirahat,
kantin, tempat pembayaran spp, tempat pelayanan kesehatan, tempat pertunjukan
kesenian, tempat pameran dan toko buku.
6.
Pembiayaan
Pembiayaan pendidkan diartikan sebagai usaha menyediakan
sumber dana, sistem pengelolahan dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan,
termasuk pendidikan. pembiayaan diperlukan untuk mengadakan atau membeli segala
hal yang dibutuhkan untuk pendidikan, seperti untuk membangun gedung sekolah,
perpustakaan, dan lain-lain.
7.
Pengelolahan
Pengelolahan pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi, membina, dan menilai
hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan: kurikulum, proses
belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru dan staf pelayanan administrasi pendidikan, dan
respon masyarakat merupakan suatu yang dinamis dan mudah di[engaruhi oleh
berbagai faktor dan keadaan.
8.
Lulusan
Para lulusan pendidikan dapat diartikan mereka yang telah
tamat mengikuti pendidikan pada jenjang tertentu yang selanjutnya mendapat
gelar atau sebutan yang menunjukkan keahliannya, dan memiliki otoritas atau
kepercayaan untuk mengajarkan ilmunya. Para lulusan pendidikan di zaman bani
Umayyah ini terdiri dari para tabi’in, yaitu mereka yang hidup dan berguru
kepada para sahabat nabi, atau generasi kedua setelah sahabat. Dengan demikian,
hubunga mereka dengan Rasulullah terletak pada hubungan mision, gagasan,
cita-cita, dan semangat, dan bukan pada hubungan persahabatan atau perkawanan.
Diantara para tabi’in tersebut, walaupun tidak sempat berjumpa dan berguru
dengan Nabi Muhammad SAW, namun visi, misi, tujuan perjuangannya tidak berbeda
dengan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, bahkan diantara para tabi’in
tersebut ada yang masih memiliki keturunan dengan Nabi Muhammad Saw.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang
dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut
yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan.
Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru,
yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan. Adapun ilmu
yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum.
Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu umum.
Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan
konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah
berkembang seperti pada saat ini.
Perkembangan pendidikan yang demikian itu karena
dipengaruhi oleh situasi politik, sosial, dan keagamaan yang secara keseluruhan
belum mendukung kegiatan pendidikan. secara politik, masa bani Umayyah yang
berlangsung lebih kurang 90 tahun terlalu banyak digunakan untuk melakukan
perluasan wilayah serta meredam berbagai gejolak dan pemberontakan.
B.
KRITIK DAN SARAN
Ada sebuah pepatah yang mengatakan “tidak ada gading yang
tak retak”. Karena itulah penulis senantiasa menyadari bahwa begitu banyak kekurangan-
kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari
pada itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sekalian agar kedepannya penulis bisa berusaha menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Soekarno dan Ahmad Supardi. 1985.
Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa
Yatim, Badri. 2011. Sejarah
Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: Rajawali Pers
http://www.scribd.com/doc/44868345/Makalah-Ku-Pendidikan-Abasiyah-Muawiyah
http://islamadalahrahmah.blogspot.com/2010/11/pendidikan-islam-pada-masa
dinasti-Umayah
http://ilusuvislam.blogspot.com/2010/01/pendidikan-masa-bani-umayyah.html
http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/html